Heboh Rumah Digeledah, Rubicon Disita, Petinggi Media dan Pengurus Organisasi Wartawan Tertua Jabar Diduga Terseret Kasus Mark Up Iklan bjb
JEJAKVIRAL - Sejumlah petinggi dan pemilik media di Jawa Barat diduga ikut terseret kasus Mark up atau penggelembungan dana iklan bjb periode 2021-2023.
Kehebohan pun terjadi di tubuh organisasi wartawan tertua cabang Jawa Barat sejak dua hari belakangan.
Pasalnya, seorang pemilik media di bawah naungan PT AMN berinisial HH sekaligus petinggi organisasi wartawan yang sudah dibekukan oleh pusat dikabarkan rumahnya turut digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Informasi lainnya, dari rumah HH juga disita mobil mewah Rubicon. Tak hanya itu deposito senilai Rp 70 miliar pun turut dibekukan.
Penggeledahan ini diduga merupakan lanjutan dari penyelidikan lembaga anti rasuah tersebut setelah terjeratnya tiga tersangka pengendali 6 agensi iklan yang sudah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka adalah Kin Asikin Dulmanan selaku Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri dan Suhendrik selaku Pengendali Agensi BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE).
Dari kehebohan itu didapat informasi bahwa dari rumah HH KPK juga menyita sejumlah dokumen penting yang diduga terkait dengan kasus penggelembungan bank daerah terbesar di Indonesia ini.
Para petinggi media tersebut, mulai dari komisaris dan direkturnya juga bakal jadi incaran KPK. Selain itu, kasus ini juga menyeret mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Isu yang berhembus, Ridwan Kamil turut mencicipi uang haram itu untuk dana kampanye Pilkada DKI 2024 lalu.
Mereka diduga menikmati sebagian dana dari Rp 409 miliar yang berasal dari Belanja Beban Promosi Umum dan Produk Bank yang dikelola oleh Divisi Corporate Secretary bank bjb.
Dari jumlah itu tersalurkan ke media televisi, online, cetak dan sebagainya hanya Rp 222 miliar.
Dana untuk biaya penayangan iklan di media TV, cetak, dan online tersebut dilakukan lewat kerja sama dengan 6 agensi tersebut.
Keenam agensi dimaksud adalah PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) (Rp 105 miliar), PT Cipta Karya Mandiri Bersama (PT CKMB) seesar Rp 41 miliar. Ketiga perusahaan ini dikendalikan Raden Sophan Jaya Kusuma.
Kemudian PT Antedja Muliatama (Rp 99 miliar), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (Rp 81 miliar) dimana pengendalinya adalah Kin Asikin Dulmanan.
Sementara PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE (Rp 49 miliar), dan PT BSC Advertising (Rp 33 miliar), dikendalikan Suhendrik.
Pengadaan Barang Jasa
Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo kepada awak media mengatakan, KPK menemukan fakta bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan agensi hanya menempatkan iklan sesuai permintaan Bank BJB serta penunjukan agensi dilakukan dengan melanggar ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa.
Hasilnya, KPK menemukan selisih uang dari yang diterima oleh agensi dari Bank BJB dengan yang dibayarkan agensi ke media sejumlah Rp 222 miliar.
Menurut Budi, akibat penggelembungan budget iklan di bjb tersebut, negara mengalami kerugian mencapai Rp 222 miliar.
Awal kerugian yang dialami negara menurut Budi, dimulai pada periode 2021-2023, dimana bank bjb merealisasikan Belanja Beban Promosi Umum dan Produk Bank yang dikelola oleh Divisi Corporate Secretary sebesar Rp 409 miliar.
Seperti diketahui, sampai saat ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka terkait kasus korupsi pengadaan iklan di Bank BJB.
Selain tiga dari swasta itu, KPK menetapkan Yuddy Renaldi selaku Direktur Utama Bank BJB dan Widi Hartoto selaku Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB.
Atas perbuatannya, para tersangka diehrat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Modus Operandi
Modus operandi para tersangka dan terduga ini dengan memainkan agensi iklan sebagai tempat untuk "cawe-cawe"..
Dari penelusuran redaksi, sejumlah petinggi media, selain HH ada juga inisial H yang juga pengurus organisasi wartawan tertua di Indonesia cabang Bandung.
H ini disebut-sebut merupakan anak dari salah satu tersangka pemilik agensi iklan Kin Asikin Dulmanan sekaligus pemilik media online di bawah naungan PT AMN.
Media yang dimilikinya turut mencicipi dana haram hasil korupsi bjb.
Seorang marketing dari media online di Bandung berinisial E menceritakan bahwa setiap media yang mendapatkan iklan bjb harus menyetor sejumlah uang ke PT Cakrawala Kreasi Mandiri (Rp 81 miliar) dengan pengendali Kin Asikin Dulmanan yang tak lain dari orangtua dari H.
"Potongan itu setoran untuk Cakra (PT Cakrawala Kreasi Mandiri). Itu biasa karena buat orang dalam bjb," terang E.
Imam, salah satu staf humas bjb yang sempat ditemui redaksi mengelak bahwa pihaknya menerima sejumlah uang komisi dari pemasangan iklan di beberapa media.
"Demi Allah saya nggak pernah minta. Saya sudah diingatkan atasan untuk tidak minta komisi ke setiap media dalam pemasangan iklan," ujar Imam.
Imam juga bercerita beberapa marketing media menawarkan komisi untuknya, tapi dia menolak.
Sementara seorang berinisial T mengaku bahwa ada yang harus disetor ke PT Cakra untuk tiap media yang mendapatkan iklan bjb.
Salah satu setoran yang diketahui redaksi ditujukan ke rekening bernama Sayidah.
Namun redaksi sendiri belum mendapatkan informasi siapa orang bernama Sayidah tersebut. Menurut T dia adalah seorang PNS dan orang dalam bjb.
Imam, staf humas bjb mengaku tidak mengenal orang bernama Sayidah. "Saya tidak kenal dan tidak pernah meminta fee atau komisi," kata Imam.
HH petinggi media online sekaligus pengurus organisasi wartawan tertua di Indonesia saat ditelepon via WhatsApp untuk dikonfirmasi terkait informasi heboh di tubuh organisasi wartawan tertua di Indonesia ini tidak menjawab.
Beberapa pertanyaan yang dilontarkan redaksi pun terkait penggeledahan, penyitaan Rubicon dan pembekuan deposito tidak direspon oleh HH.
Belakangan dikabarkan bahwa HH dan jajaran pengurusnya sudah dibekukan oleh organisasi pusat.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri saat dikonfirmasi terkait informasi ini tak membalas dan merespon beberapa pertanyaan dari redaksi.
Bantahan
Beberapa jam setelah berita ini tayang, HH yang disebut dalam artikel di atas membantah adanya penyitaan Rubicon dan deposito senilai Rp 70 miliar.
"Informasi ini dari mana? Mohon konfirmasi ke pihak berwenang. Kedua, saya tidak punya mobil Rubicon, saya tidak punya deposito 70 M. Terima kasih sudah konfirmasi," ujar HH.
Ketiga, lanjut HH, soal H sepengetahuannya, bukan anak dari Ikin Asikin. "Anaknya perempuan semua, sementara Pak H orang Palembang," tambahnya.