Aktivis Hak-hak Perempuan dan Politik: Ini Penyebab Politik Identitas di Indonesia Masih Laku
JEJAKVIRAL - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Indonesia Corruption Watch (ICW) Indonesia kembali menggelar Workshop 'Kebijakan Publik dan Demokrasi' pada Minggu (23/3/2025) di Sekretariat AJI Jakarta, Kalibata, Jakarta Selatan.
Workshop ini dihadiri oleh puluhan jurnalis di Jakarta dan sekitarnya. Turut hadir pula Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Amir Arief dan Aktivis Hak-Hak Perempuan dan ahli politik Siti Musdah Mulia sebagai narasumber.
Siti Musdah Mulia banyak menyoroti maraknya politik identitas yang justru menghambat demokrasi di Indonesia.
Musdah mengungkapkan alasan mengapa politik identitas masih laku di Indonesia.
Pertama, politik identitas adalah cara paling murah dan mudah untuk melakukan mobilisasi massa demi memenangkan pertarungan politik.
Kedua, Politik identitas cara paling efektif menggugah emosional individu dan masyarakat.
Ketiga, Politik identitas dengan berbagai dinamikanya telah menciptakan momentum bagi kebangkitan kelompok islamis atau Islam formalis.
Keempat, politik identitas masih akan terus dipakai selama daya kritis masyarakat rendah dan wacana kebohongan yang intens berhasil menciptakan keraguan.
Musdah menyebut tidak semua politik identitas berbahaya. Namun, politik identitas akan menjadi berbahaya jika dipakai sebagai legitimasi untuk menempatkan satu identitas dalam posisi superior,dan lainnya cuma subordinat.
Kemudian juga dipakai sebagai legitimasi untuk memisahkan secara tegas satu kelompok dengan kelompok yang lain.
"Dan juga berbahaya jika politik identitas dipakai sebagai legitimasi untuk menerima tradisi, doktrin, sejarah dan pandangan tanpa kritik," jelas dia.
Dia berpendapat, politik identitas akan membuat pragmatisme politik yang semakin mengaburkan posisi agama dan negara dalam konteks demokrasi.
Agama juga, menurut dia, akan selalu digunakan untuk kepentingan politik jangka pendek. Sebaliknya, negara akan dijadikan tameng pembela agama demi kekuasaan semata.
Musdah mengingatkan, membiarkan politik identitas berarti memberikan ruang pada gerakan Islamisme yang mengedepankan sikap intoleran dan eksklusifisme yang menggiring pada konflik dan kekerasan ekstremisme.
Politik identitas juga, menurutnya, dapat meningkatkan tindak intoleransi dan persekusi di wilayah publik akan semakin luas.
Dia menyebut kondisi ini semakin parah akibat rendahnya tingkat literasi masyarakat dan budaya kritis serta penegakan hukum.
"Politik identitas juga akan menghambat demokrasi. Sebab, politik identitas hanya akan tumbuh di negara yang tidak inklusif dan toleran," ungkapnya.